Ontologi Teknologi Pendidikan
Satu pertanyaan kritis yang muncul ketika mengajar tentang landasan teknologi pendidikan adalah, “Kenapa disiplin ilmu teknologi pendidikan ada? atau dengan kata lain, “Apa (ontologi) yang melandasi adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan?”.
Berikut saya kutipkan landasan ontologi teknologi pendidikan berdasarkan tulisan salah satu Bapak Teknologi Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Yusufhadi Miarso. Untuk mempermudah Anda memahami setiap landasan ontologi tersebut, saya coba tambahkan contoh real sebagai ilustrasi.
Landasan #1: Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.
Apa misalnya? Data statistik pendidikan menunjukkan bahwa angka melanjutkan sekolah dari SD/MI ke SMP/MTs tahun 2002 adalah 51,2%. Artinya terdapat 48,8% siswa SD/MI tidak dapat melanjutkan ke tingkat SMP/MTs. Upaya apa yang harus dilakukan untuk memberi kesempatan belajar kepada hampir 58,8% siswa yang tidak bisa melnjutkan ke SMP/MTs. Disinilah peran penting adanya teknologi pendidikan yang diperlukan untuk menemukan atau mencarikan solusinya dengan berbagai pendekatan yang sistemis dan sistematik tentunya. Contoh lain? Di sekolah misalnya. Dari 40 siswa dengan hanya satu orang guru, hanya beberapa orang saja yang mendapatkan kesempatan belajar dengan baik. Bagaimana meningkatkan keterlibatan belajar semua siswa secara efektif, efisien dan menarik di kelas? Disinilah perlunya teknologi pendidikan. Contoh lain? Data statistik menunjukkan bahwa angka buta huruf di Indonesia mencapai 3,9 juta jiwa tahun 2005. Bagaimana mereduksi angka buta huruf? Lagi-lagi peran teknologi pendidikan dipentingkan disini. Apa lagi? Bagaimana meningkatkan kualifikasi 2,2 juta guru di Indonesia melalui cara tertentu tanpa guru tersebut harus meninggalkan kelas? Bagaimana meningkatkan kinerja karyawan perusahaan, tanpa harus melalui pendekatan pelatihan konvensional? de el el. Semua itu membutuhkan peran penting teknologi pendidikan.
Landasan #2: Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tapi belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
Artinya, banyak sumber baik orang, pesan, alat, teknik, maupun lingkungan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan atau dioptimalkan secara tepat dan relevan tapi belum atau bahkan tidak sepenuhnya seperti itu. Misal, teknologi ifnormasi dan komunikasi seperti radio, televisi, internet dan lain-lain memiliki potensi yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi dan kemenarikan proses pembelajaran. Parahnya, dalam konteks pendidikan saat ini, masih banyak sekolah, katakanlah yang bersifat teacher-centered, dimana guru adalah satu-satunya sumber belajar. Disinilah letak peran penting atau perlu adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan yang berperan dalam mengidentifikasi, merancang, mengembangkan, memanfaatkan dan mengevaluasi sumber-sumber yang relevan dan tepat untuk kondisi pembelajaran tertentu. Beberapa contoh penerapannya adalah pemanfaatan televisi untuk membangun watak anak-anak Indonesia sebagai pengganti sinetron yang “MENYESATKAN” atau pemanfaatan radio untuk meningkatkan pemahaman bercocok tanam yang baik di pedesaan. de el el.
Landasan #3: Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan organisasi.
Artinya, pemanfaatan berbagai sumber seperti dicontohkan di atas memerlukan suatu pendekatan yang terencana, sistematis dan sistemik. Oleh karenanya, harus dipelajari atau dikuasai “elmunya” kata orang Banten. Teknologi pendidikan, memperdalam hal ini dan mengembangkan berbagai bentuk penerapannya. Oleh karena itu, pendekatan isomorfis, yaitu menggabungkan hal-hal yang sesuai dari berbagai kajian bidang kedalam bentuk suatu kebulatan tersendiri untuk memecahkan masalah belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber tersebut.
Landasan #4: Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebu secara efektif efisien, dan selaras.
Nah, disinilah perlunya dicetak tenag-tenaga yang memiliki keahlian dalam bidang desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan evaluasi baik proses maupun sumber belajar yang tepat dan relevan untuk kondisi kebutuhan pembelajaran tertentu. Dan ingat kawan, upaya pemecahan masalah belajar tidak hanya terjadi dalam dunia persekolahan saja, tapi terjadi dalam konteks masyarakat, organisasi dan industri kerja (maksud saya perusahaan), de el el.
Terima kasih. Mudah-mudahan dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas, khususnya untuk TPers (ade-adeku mahasiswa TP).
Viewed 100 times by 46 viewers
Comments (No comments)
What do you think?