Di Indonesia, memang belum ada profesi atau jabatan fungsional terkait dengan ahli media dan desainer pembelajaran, sebagaimana halnya dokter spesialis, bidan, dan bahkan perawat dalam dunia kedokteran. Pada dasarnya, proses pembelajaran di institusi pendidikan, apakah itu sekolah, perguruan tinggi, lembaga pelatihan, kursus dan lain-lain, memerlukan orang yang dapat merancang pembelajaran (desainer pembelajaran) dan memilih serta menentukan media yang tepat sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi. Dengan tujuan mencapai hasil pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik serta menyenangkan. Di sekolah, katakanlah, fungsi merancang pembelajaran dan menentukan serta memilih media yang tepat, memang dibebankan pada guru. Salah satu kompetensi guru adalah mampu merancang pembelajaran yang tepat dengan media yang tepat. Namun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, fungsi guru tersebut perlu didukung oleh spesialis yang memang khusus menguasai bidang itu.
Di Amerika Serikat dan negara-negara maju, memang sudah ada profesi yang khusus sebagai spesialis media yang bekerja di sekolah. Mereka memiliki fungsi men-support guru khususnya dan sekolah umumnya memilih, menentukan, mengembangkan dan menyediakan media yang tepat untuk strategi-strategi pembelajaran tertentu yang diperlukan. Di Indonesia belum ada. Bahkan, desainer pembelajaran, telah menjadi profesi tersendiri juga, walaupun antara keduanya, spesialis media dan desainer pembelajaran saling beririsan satu sama lain.
Dalam wacana ini, saya justeru mengusulkan, entah bagaimana caranya agar lulusan TP yang memiliki peluang bekerja di sekolah sebagai ahli media dan desainer pembelajaran (media specialist and instructional designer). Profesi ini, perlu diwadahi dalam satu lembaga, yang dalam konsep teknologi pendidikan dikenal dengan nama Pusat Sumber Belajar (Learning Resources Center). Saya melihat bahwa fungsi ini lebih tepat, ketimbang lulusan TP dijadikan sebagai guru TIK di sekolah. Walaupun keputusan beberapa program studi TP di Indonesia, mengusulkan agar lulusan dapat berperan sebagai guru TIK. Itu, tidak salah, sah-sah saja secara pragmatis. Tapi kalau berbicara idealis, adalah kewajiban kita bersama memperjuangkan profesi teknologi pendidikan dimana salah satunya adalah berperan sebagai media specialist, desainer pembelajaran dan bahkan evaluator pendidikan.
Kembali ke peran TP sebagai spesialis media dan desainer pembelajaran. Mengapa peran tersebut diperlukan di lembaga pendidikan, khususnya sekolah? Karena, adalah fakta bahwa tidak semua guru memiliki kompetensi yang utuh dalam merancang pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Pembelajaran masih cenderung bersifat teacher-centered learning. Begitu pula dalam hal pemilihan strategi, metode dan media yang relevan. Adalah tidak mungkin, guru di sekolah mampu melakukan semua itu, tanpa bantuan spesialis dalam hal tersebut. Di sisi lain, karakteristik generasi muda dewasa ini (para siswa) sangat berbeda dangan karakteristik generasi masa lalu. Mereka adalah kaum millenial yang memiliki gaya dan cara belajar sangat berbeda dan beragam. Keberadaan sepesialis media dan desainer pembelajaran untuk membantu guru, khususnya dan sekolah secara umum dalam menciptakan pembelajaran paradigma moderan, sehingga menghasilkan generasi abad 21 (21st century skills), nampaknya mutlak. Disciplin ilmu yang menghasilkan tenaga ahli media dan desainer pembelajaran, sebenarnya telah ada sejak tahun 1980-an dan kini telah ada di hampir semua universitas negeri (FKIP, atau FIP) di Indonesia. Dan tidak hanya meluluskan jenjang S1, tapi juga S2 dan S3. Sy sendiri secara linier lulusan S1, S2 teknologi pendidikan dan kini sedang menyelesaikan studi dalam program studi yang sama.
So, bagaimana Bro and Sis, setujukah …?
Mari kit PERDJOEANGKAN!
yapp,, benar sekali pak sayang jika kompetensi lulusan TP hanya dijadikan sebagai Guru TIK disekolah. padalah kita tahu bahwa lulusan TP mempunyai kemampuan lebih dari sekedar guru TIK. dukung terus posisi TP agar mampu bersaing dalam masyarakat.
from TP UNJ 2011
I agree very much pak…saya juga mahasiswa SI teknologi pendidikan..menurut saya TP adalah jurusan yang serba bisa…karena di era teknologi sekarang hampir segala aspek menggunakan teknologi multimedia…semoga sarjana TP bisa dipekerjakan di segala bidang…
mantep tenan mas. Aku link ke blog ku ya mas…
Uwes A. Chaeruman Reply:
October 18th, 2011 at 5:12 pm
monggo …
Sebenarnya sekarang sudah mulai banyak kok perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri e-learning, contohnya di tempat saya bekerja (www.centrinova.com). Hanya saja, lulusan teknologi pendidikan, kalau tipe orangnya susah untuk “belajar hal baru”, dia akan mengalami kesulitan untuk menjadi seorang Instructional Designer. Untuk menjadi Instructional Designer itu kan ibaratnya sutradara, yaitu orang yang pegang kendali bagaimana materi pelajaran disampaikan kepada siswa. Tapi kalau dia susah “masuk” dan paham dengan apa yang hendak diajarkan, akibatnya skenario yang ditawarkan kepada siswa jadi nggak “mengena”.
saya setuju, karena meskipun sudah dilaksanakannya sejumlah pelatihan untuk mengembangkan kemampuan IT guru, hal ini tidak memberi perbedaan pada cara mengajar berbasis IT dengan cara belajar yang konvensional. padahl, penggunaan IT lebih efisien utk mengakses materi lebih banyak dlm waktu yg relatif singkat.
Uwes A. Chaeruman Reply:
October 21st, 2011 at 5:48 pm
intinya, guru needs our help and assistancy